heyy guys,....!!!
Kali ini kita dapet kiriman dari temen kita nih karya asli dari tangan dia loh hehehe :)
ORANG SUKSES TIDAK HARUS SEORANG SARJANA
TAPI SEORANG SARJANA HARUS JADI ORANG SUKSES
“Nggak
lulus SD tapi jadi pengusaha besar? Punya banyak cabang bisnis lagi,kok bisa
ya?”. Mungkin opini ini akan muncul pada pikiran setiap orang yang mendengar
atau membaca kisah inspiratif dari orang-orang besar yang bergelar SDTT
(Sekolah Dasar Tidak Tamat”.
Seperti
kisah Basrizal Koro, pengusaha besar asal Ladang Pariaman, yang sekarang
menjadi bos besar 15 perusahaan yang berhasil dikelolanya. Siapa sangka bahwa ia
hanyalah anak dari buruh tani yang hidup pas-pas an, bahkan hanya sempat
mengenyam bangku sekolah hingga kelas 5 SD.
Atau
kisah dari Eka Djipta, seorang bos dari Grup Sinarmas yang digadang-gadang
menjadi orang terkaya nomer 2 di Indonesia dibawah sang pemilik Djarum, Budi
Hartono. Sekali lagu fakta sejarah membuktikan bahwa ijazah pendidikan formal
bukanlah segalanya. Berbekal ijazah SD, Eka Djipta yang dilahirkan sebagai anak
orang miskin dengan gigih mengubah sejarah menjadi orang besar di Indonesia.
Banyak
orang yang masih heran bahkan tidak percaya dengan fenomena ini. Kebanyakan
berargumen “bagaimana bisa seseorang yang pendidikan saja dibawah standar bisa
menjadi seorang pengusaha”. Nah disinilah letak permasalahannya, kebanyakan
dari kita pasti hanya melihat dari kenikmatan dan kekayaan yang mereka peroleh
saat ini, tapi kita jarang melihat bagaimana perjuangan dan pengorbanan yang
mereka lakukan hingga memperoleh semua itu.
Apa
sebenarnya kunci keberhasilan mereka?
Ketika mereka ditanya perihal
apa kunci kesuksesan yang mereka tananamkan hingga bisa sebesar ini, dan
rata-rata mereka menjawab bahwa sebenarnya hanya ada 2 kunci sukses yang
melatar belakanginya.
Yang pertama yakni “tekad”,
kesungguhan yang dimiliki oleh seseorang akan mendorong orang itu untuk
melakukan sesuatu yang lebih hebat lagi. Bahkan hal seperti ini sudah tertulis
jelas dalam sebuah hadis yang berbunyi “man
jadda wa jadda” barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil.
Kunci kesuksesan yang kedua
adalah “pandai mencari peluang”. Ketika ada satu pintu yang tertutup, maka kita
harus yakin bahwa masih ada pintu lain yang tengah terbuka lebar menunggu untuk
kita masuki. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang dilahirkan tanpa
kelebihan apa-apa, setiap orang pasti punya suatu kelebihan walaupun berbeda
satu sama lain. Sebagai seorang yang ingin maju kita perlu untuk memahami diri
kita sendiri, jangan memaksakan melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan
kemampuan kita atau bahkan tidak kita sukai, karena hal demikian tidak akan
berbuah manis, ya ibarat makan kuwaci se ember “kenyang kagak,capek iya”.
Kondisi berbalik justru tengah terjadi di kalangan
sarjana . Para sarjana yang hakikatnya mempunyai pengetahun,keterampilan,serta
pengalaman yang cukup malah justru hanya
menjadi pengangguran terdidik. Sudah berapa banyak sarjana yang hanya menjadi
pengangguran setelah lulus dari perguruan tinggi. Bahkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
angka sarjana yang menganggur semakin tinggi. Parahnya, hal ini terjadi dalam
tiga tahun terakhir secara terus menerus terhitung pada akhir tahun 2016.
Menurut BPS, catatan terakhir pada Februari 2016 menunjukkan jika sarjana yang
menganggur mencapai 695 ribu jiwa, itu meningkat 20% dibanding Februari tahun
sebelumnya.
Apa
ya penyebabnya?
Inilah yang menjadi pertanyaan
besar, apa sebenarnya penyebab dari menganggurnya para sarjana tersebut.
Oke,mungkin salah satu dari beberapa alasan yang akan saya paparkan ini adalah
jawabannya :
1. Pertumbuhan
ekonomi yang kurang bagus, sehingga membuat industry enggan melakukan ekspansi.
Gimana mau kerja lha wong nggak ada
lowongannya
2. Secara
presentase, lulusan SMA/SMK lebih banyak terserap dalam lapangan kerja
dibanding lulusan S1.
3. Lebih
mengandalkan mencari lowongan pekerjaan ketimbang menciptakan lapangan
pekerjaan sendiri.
4. Tuntutan
Gengsi, “gue lulusan s1 loh,masa suruh
jaga toko”
5. Ini nih
factor terakhir yang paling fatal, mungkin masa kuliah 4 tahun atau mungkin
sampai 5 tahun “buat loe yang skripsinya
gak kelar-kelar” mereka jalani dengan datar-datar saja. Sudah penguasaan
teorinya buruk, cuma sibuk hitz di sosmed, nggak pernah ikut organisasi lagi. Ya
boleh dibilang mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang,kuliah pulang) hadeeeh capek deh!
Sangat
disayangkan memang, ketika melihat orang-orang sukses yang hanya lulusan SD dengan kondisi pengangguran yang dialami
para sarjana. Masa kuliah 4 tahun seakan terbuang sia-sia, belum lagi jika
mengingat biaya kuliah puluhan juta yang telah dikeluarkan orang tua menjadi
tidak berarti apapun. Dikutuk jadi batu
baru tau rasa
Lalu
bagimana cara untuk mengatasinya?
Sebenarnya mengatasi
permasalahan ini merupakan tugas dari seluruh stackholder utamanya pemerintah,
pihak universitas, dan tak terkecuali pesera didik (mahasiswa) itu sendiri.
Bagi pemerintah, pada
dasarnya harus mampu membuat pemetaan kebutuhan tenaga kerja (national grand
desing university graduate). Pemerintah itu dirasa amat penting sebagai tujuan
dan arah pendidikan di kampus. Sehingga kampus sebagai tempat penggodok calon-calon tenaga kerja yang handal dan
profesional memiliki sinergitas sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan
dunia usaha.
Peran universitas
sendiri disini perlu mengadakan pengembangan softskill yang diberikan kepada para mahasiswa. Tidak hanya ketika mengenyam
bangku kuliah saja, namun ketika lulus pun pihak universitas masih lah
mempunyai beban moral,social, dan kredibilitas para para alumninya.
Dan kita sebagai mahasiswa, dengan
melihat jumlah lapangan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan
universitas, harus mulai berpikir kreatif dan inovatif. Dengan potensi yang
kita peroleh selama 4 tahun dari bangku perguruan tinggi, diharapkan mampu
mendorong kita untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan
masyarakat di sekitar kita. Potensi,skill,dan atmosfer yang ada pada diri kita
haruslah menjadikan kita READY TO SURVIVE.
Waduh,kok
sepertinya artikel saya kepanjangan ya hehehe, satu paragraph lagi deh ya
tanggung.
Melihat dua kondisi yang
bertolak belakang tersebut, dapat kita tarik garis kesimpulan bahwa ijazah
pendidikan formal bukanlah jaminan, eiiits
tapi jangan kemudian berpikir untuk tidak melanjutkan pendidikan
setinggi-tingginya loh ya. Bagaimanapun juga pendidikan adalah kunci segalanya.
“uthlubul ‘ilma minalmahdi ilallahdi”. Ketika
sebidang tanah tidak bisa ditanami padi, maka cobalah untuk kita tanami jagung,
namun jika masih tidak bisa coba kita tanami dengan buah-buahan, maka suatu
saat kita akan memanen hasil dari apa yang kita tanam itu.
Oleh Afriya Ermayanti
Komentar
Posting Komentar